Publiknews.id, Makassar – 8 unit Proyek Pengembangan lembaga Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) tahun anggaran 2023 bakal dilaporkan 3 lembaga diantaranya, Pemantau Korupsi Dan Pemerintahan Pemerintahan (PKP), Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK), dan Comunity Rakyat Anti Korupsi (Corak) ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Proyek yang diduga terjadi Penggelembungan harga (Mark-Up) itu, melekat pada Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Sulawesi Selatan, dengan pelaksana Kelompok Kerjasama Antar Desa (KKAD) pada beberapa Kecamatan yang tersebar di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan kajian hukum ke 3 lembaga tersebut, menurut Ketua Umum PKP, Andi Edi Saputra, SH, MH, indikasi Mark-Up dan pengahpusan aset menjadi poin penting dalam melaporkan proyek yang diduga terjadi perbuatan melawan hukum.
Menurut Andi Edi, sapaan akrabnya, penentuan harga satuan bangunan terindikasi terjadi Penggelembungan harga hingga mencapai 50% dari total nilai kegiatan.
“Hasil kajian tim kami, harga bangunan/meter kubik tidak wajar dengan fakta yang ada dilokasi. Apa dasar mereka menentukan harga seperti itu?,” ungkap Andi Edi.
Sementara itu, Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi L-KONTAK, menilai, beberapa kegiatan proyek PISEW di Kabupaten Wajo belum kunjung selesai hingga batas waktu yang telah ditentukan 5 Juli 2023.
Eky sapaan akrabnya, menganggap, pelaksana kegiatan tidak mampu menepati kesepakatan kontrak sehingga KKAD yang melaksanakan kegiatan tersebut dianggap tidak patuh terhadap ketentuan yang diatur dalam kontrak.
“Jika alasannya ada perpanjangan waktu, maka kami bertanya, apa alasan perpanjangannya?,” jelas Eky.
Kajian dari L-KONTAK juga dibenarkan oleh Muhammad Akbar, SH, Koordinator Litbang CORAK. Menurutnya, perpanjangan waktu yang diberikan oleh pihak Balai sebagai wujud gagalnya program PISEW di Kabupaten Wajo tahun 2023.
Muhammad Akbar menambahkan, kegiatan seperti yang berada di Kecamatan Sabangparu, Belawa, Kecamatan Kera, dan Kecamatan Sajoanging hingga kini masih berlangsung.
Muhammad Akbar bahkan menyayangkan, pekerjaan yang berada di Kecamatan Sajoanging, hanya dilakukan perbaikan Talud Jalan yang sebelumnya talud tersebut diduga milik atau aset Desa.
“Kalau ada yang mengatakan dilakukan perkerasan jalan, yang mana? Talud hanya kurang lebih 20 meter dibuat, itupun diduga tumpang tindih dengan aset Desa, apakah memang pekerjaannya seperti itu? Kami bisa buktikan itu,” ujarnya.
Muhammad Akbar juga menilai, beberapa bahagian bangunan telah mengalami kerusakan, dan diduga tidak dilakukan perbaikan oleh pelaksana serta pada perkerasan jalan dibeberapa kegiatan tidak dilakukan optimalisasi pemadatan.
“Di Kecamatan Sajoanging, tidak ada batu koral yang kami lihat. Kami duga, pelaksana hanya mencari keuntungan dengan hanya melaksanakan pembuatan talud, itupun hanya beberapa meter saja,” jelasnya.
L-KONTAK, PKP, dan Corak telah siap dengan kajian hukum terkait kegiatan yang diduga merupakan aspirasi dari salah satu anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan.
“Jangan mengangap ini aspirasi dari Dewan di Pusat lantas kami harus dibungkam? Wah, mohon maaf, perbaiki saja kerja anda, kami juga akan bekerja demi kepentingan masyarakat dan negara. Siapapun yang terlibat, kami harap APH jangan tebang pilih. Kami kawal terus laporan kami,” tegas Eky.
Proyek senilai Rp. 500.000.000,-/pakenya itu, diduga tidak melibatkan masyarakat setempat.(*).