Publiknews.id, Makassar – Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK) membidik Proyek Konstruksi Landscape Jalan, Hotel Praktik, Dan Renovasi Mesjid, Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Makassar Tahun Anggaran 2023 yang diduga korupsi.
L-KONTAK meminta Aparat Penegak Hukum (APH) membuka penyelidikan terhadap kegiatan yang menelan anggaran Rp. 28.773.190.033,76,-.
Berdasarkan kajian L-KONTAK, modus dugaan korupsi dilakukan dengan menaikan harga satuan bangunan gedung per meter persegi.
“Kami menemukan adanya penggelembungan harga satuan, meskipun ada penawaran dari penyedia jasa, modus Mark-Up diduga saat penentuan harga satuan bangunan, jadi bukan setelah berkontrak,” kata Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring dan Evaluasi L-KONTAK, Senin, 28/10/2024.
Menurut Dian Resky, indikator Mark-Up berdasarkan hasil perhitungan dan kajian lembaganya terhadap ketidaksesuaian nilai anggaran dan luasan pekerjaan.
L-KONTAK juga menilai, CV Dwi Tunggal Bersama sebagai penyedia jasa diduga tidak profesional dalam melaksanakan kegiatan.
“Kami punya dokumentasi saat mereka melaksanakan kegiatannya. Alat Pelindung Diri (APD) yang mestinya dibekali bagi pekerja, itu tidak tampak digunakan. Ini menandakan penyedia jasa tidak profesional,” tegas Dian Resky.
Berdasarkan pagu anggarannya, untuk kegiatan renovasi mesjid ditetapkan dengan nilai Rp. 9.915.840.000,-, begitu juga dengan pekerjaan Landscape Jalan senilai Rp. 11.743.760.000,- dan Konstruksi Hotel Praktik senilai pagu Rp. 11.293.040.000,- yang dinilai tidak wajar.
Direktur Poltekpar Makassar, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga telah melakukan pembiaran sehingga pihak penyedia jasa tetap menyelesaikan kewajibannya tidak sesuai dengan jadwal yang tertuang dalam kontrak.
“Direktur dan PPK harus mengambil sikap tegas saat itu dengan telah melakukan pemutusan kontrak. Ini malah diberi kesempatan yang melewati batas penambahan waktu,” ungkapnya.
Dian Resky menilai, jika penelitian PPK penyedia jasa tidak mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun telah diberikan kesempatan berdasarkan SSUK Bagian B2 Pasal 32 Perpres Nomor 12 Tahun 2021 , dan PMK Nomor 243/PMK.05/2015, wajib hukumnya PPK yah melakukan pemutusan kontrak.
“Ini tidak bisa dibiarkan, kami segera melakukan unjuk rasa. Ada dugaan permufakatan jahat,” katanya.
Indikasi penyalahgunaan kewenangan, jabatan, dan kedudukan, menjadi poin penting dalam laporan lembaganya.
“Kami menilai anggarannya itu tak masuk akal. Kami minta APH memanggil dan memeriksa Direktur Poltekpar Makassar, dan PPK demi tegaknya supremasi hukum,” tutupnya. (*)