Publiknews.id, Makassar – Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK) yang intens bergerak melakukan monitoring dan pengawalan terhadap kinerja pemerintahan dan penggunaan anggarannya untuk melawan isu korupsi, menemukan sejumlah modus dan Desa menjadi sektor dengan kasus korupsi terbanyak.
L-KONTAK menyoroti praktik suap-menyuap dan pungli terhadap pengurusan sertipikat gratis untuk warga penerima dengan permintaan biaya berkisar diangka Rp. 250 Ribu hingga Rp. 500 Ribu per bidang tanahnya.
Catatan L-KONTAK, terdapat beberapa titik celah yang biasa dimanfaatkan aparat Desa untuk melakukan tindakan korupsi baik penggunaan Dana Desa (APBN), maupun Alokasi Dana Desa (APBD). L-KONTAK mengurai proses perencanaan menjadi titik celah pertama disusul, proses perencanaan pelaksanaan, dimana pada titik ini sering ditemukan unsur nepotisme dan tidak transparan. Poses Pengadaan Barang dan Jasa juga sering ditemukan Mark-Up, Fiktif, dan Tidak Transparan dalam penyaluran dan pengelolaannya. Kemudian pada pertanggungjawaban yang fiktif dan formalitas, administratif.
Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi L-KONTAK, menuturkan, korupsi yang terjadi di Pemerintahan Desa tidak diiringinya prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan Desa.
Dian Resky menambahkan, faktor lainnya adanya afiliasi Kepala Desa dengan Calon Kepala Daerah tertentu, serta minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat.
Penggelembungan dana (Mark-up), kata Dian Resky, biasanya terjadi pada Pengadaan Barang dan Jasa. Contoh kasus pada Tahun 2018 di Desa Taraweang, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan. Kepala Desa mencairkan dana pengadaan lampu jalan senilai Rp. 140 juta, bantuan masjid senilai Rp. 20 juta, dan pengadaan papan monografi Desa senilai Rp 1,45 juta. Namun, uang itu justru untuk membayar utang pribadi Kepala Desa sebesar lebih Rp. 161 juta.
Contoh lain dilakukan Kepala Desa Padang Kamburi, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan. Dirinya menjadi tersangka kasus korupsi Dana Desa tahun anggaran 2019, 2020, 2021. Marjono, Kepala Desa Padang Kamburi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Luwu dengan nomor surat : 01/P.4.35.4/Fd.1/07/2022 tanggal 20 Juli 2022, atas dugaan korupsi yang merugikan negara berdasarkan penghitungan audit dari Inspektrorat Luwu sebesar Rp. 389 juta.
Dian Resky juga mengatakan, proyek fiktif satu diantara sekian Modus cukup populer. Oknum aparat Pemerintah atau Perangkat Desa membuat kegiatan, tapi sebenarnya tidak pernah ada. Salah satu kasus yang berkekuatan hukum tetap tersebut dilakukan oleh Syamsu Japarang, Kepala Desa Kaluku, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2016. Berdasarkan bukti-bukti di persidangan, modus yang ia lakukan yakni membuat nota/kuitansi fiktif dari pembelian barang untuk Pemerintah Desa yang sebenarnya tidak ada, seperti pembelian inventaris (kursi) senilai Rp. 16.075.000,-, pembelian bahan material pengerjaan jalan setapak yang berlebihan Rp.2.972.000,-, perjalanan dinas Rp. 1.500.000, belanja ATK Rp. 4.270.000,-, pembelian seragam BPD yang terindikasi fiktif Rp. 2.500.000,-, dan kegiatan/proyek lainnya. Atas perbuatannya negara dirugikan senilai Rp. 48.987.000 (44/Pid.Sus.TPK/2016/PN.Mks).
Manipulasi laporan sering dilakukan, diantaranya melalui praktik pengurangan jumlah barang dari yang tercantum, mengubah kualitas barang menjadi lebih rendah, atau membuat pembelanjaan fiktif.
Menurut Dian Resky, laporan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi pelaksanaan kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). L-KONTAK berharap, para pemangku kepentingan di Desa agar segera melakukan pembenahan supaya kedepan tidak lagi berimplikasi hukum, sampai terjerat dalam pusaran korupsi.(*)