Publiknews.id, Makassar – Tony Iswandi menanggapi pemberitaan pada salah satu media terkait kritikannya terhadap Proyek Penataan Kawasan Rumah Adat Atkkae, Kabupaten Wajo Tahun 2023.
Tanggapan tersebut sangat dia hormati dan hargai, apalagi di era saat ini. Berdasarkan keterangan salah satu oknum mewakili CV. Era Dwi Konstruksi yang mengatakan, pihaknya tidak menggunakan Material Tanah urug ilegal pada proyek tersebut tidak menyurutkan dirinya dan lembaganya untuk melaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Menurut Iswandi, sapaan akrabnya, pernyataan oknum tersebut jika material tanah urug yang digunakan berasal dari pembelian pada pengusaha pemilik tanah urug atasanama Syarifuddin adalah legal atau memiliki izin resmi, tidak didukung penjelasan penetapan koordinat atas lokasi tambang yang dikelola dengan bukti nomor surat izinnya
“Silahkan dibuktikan nantinya jika tambang yang dimaksud bukan ilegal. Jangan sampai pada surat izin penambangannya, koordinat yang dimaksud bukan dilokasi hasil tambang diperoleh. Yang kami ketahui berdasarkan data dan keterangan pihak terkait, kalau lokasi penambangan tanah urug di Desa Pasaka oleh oknum S alias HS, tidak memiliki penetapan koordinat seperti yang ada di Cappabulue, Kelurahan Wiringpalanae,” katanya.
Iswandi menilai, pernyataan oknum yang mewakili CV. Era Dwi Konstruksi, bisa menjadi pintu masuk bagi APH dalam pengusutan laporan lembaganya. Oknum tersebut kemudian menjelaskan, bahwa dari awal pihaknya sudah di ingatkan oleh Balai Kementerian terutama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk mengajukan terlebih dahulu izin dan sample material sebelum melakukan pekerjaan.
“Itu artinya, pihak Balai memiliki persyaratan yang mereka harus penuhi, jika terbukti nantinya material yang digunakan tidak memenuhi persyaratan, yah siap-siap saja dengan konsekuensi hukumnya. Apalagi dengan lantang oknum tersebut mengatakan paham Undang-undangnya,” jelas Iswandi.
Saat dimintai tanggapannya terhadap pengakuan oknum S selaku pemilik tambang yang membenarkan adanya pembelian tanah urug oleh CV. Era Dwi Konstruksi, dan memilki izin resmi, menurut Iswandi, hal itu sah-sah saja.
“Sesuatu yang wajar ketika seseorang melakukan pembelaan atas sebuah kritikan, dan menurut saya itu sah-sah saja asalkan dibarengi dengan pembuktiannya. Jika izin yang dimaksud berdasarkan Surat izin yang dikeluarkan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Selatan dengan Nomor surat : 95/I.03/PTSP/2020 tertanggal 16 November 2020, maka koordinatnya di Cappabulue, Kelurahan Wiringpalanae Kecamatan Tempe, bukan di Desa Pasaka, Kecamatan Sabbangparu. Apalagi izin itu adalah izin perorangan, pengakuan oknum S, tanah miliknya di tambang Desa Pasaka hanya 5 ha, yang lainnya milik warga. Mestinya jika usaha tambang perorangan harus memilki lahan sendiri sebagai salah satu persyaratan, nah, bagaimana dengan izin yang dimaksud, apakah saudara S memang benar memilki tanah seluas 25 ha? Jika tidak, lalu kenapa dalam izin yang ada di Cappabulue yang kemudian digunakan pada Desa Pasaka, hanya namanya yang tertera pada izin tersebut? Dia juga menjelaskan telah menjalankan aktivitas penambangan selama hampir 5 tahun. Untuk koordinat di Cappabulue, oknum mengakui sementara perbaikan kondisi lahan dengan telah menanam pohon sebanyak kurang lebih seribu. Ini mungkin akibat adanya surat dari Dinas DLH Wajo,” ungkapnya.
Jika kritikan L-KONTAK tidak benar, Iswandi dan lembaganya berharap agar oknum S juga menyampaikan ke media jika dia memiliki izin Tambang Tanah urug dengan menyebutkan nomor surat yang telah ditetapkan oleh dinas terkait. Sebab menurutnya, berdasarkan keterangan Drs. Alamsyah, M.Si, Kepala DLH Kabupaten Wajo kepada timnya menjelaskan, DLH Kabupaten Wajo tidak pernah mengeluarkan atau menerbitkan rekomendasi atau penjelasan administrasi terkait tambang yang ada di Desa Pasaka, Kecamatan Sabbangparu, Kabupaten Wajo.
Alamsyah saat itu bahkan menjelaskan dalam pesan WhatsAppnya yang dikirimkan ke tim L-KONTAK, bahwa titik koordinat sesuai dengan surat yang diterbitkan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Selatan tetapi mengalami pengurangan luasan berdasarkan surat penyampaian oleh Dinas DLH Kabupaten Wajo dengan nomor : 660/35/DLH tertanggal 18 Januari 2022 yang ditandatangani oleh H. Haruna Usman, S. Sos, M.Si, Kepala Bidang Penataan Dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Dinas DLH Kabupaten Wajo.
Dalam surat yang diterbitkan oleh Dinas DLH Kabupaten Wajo itu menjelaskan, terkait terbitnya rekomendasi persetujuan UKL-UPL yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wajo dengan nomor surat : 660/008/BID.I/UKL-UPL tertanggal 21 Februari 2020 sekaitan dengan kegiatan tambang batuan jenis tanah urug atasnama Syarifuddin yang berlokasi di Cappabulue, Kelurahan Wiringpalanae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo dengan luasan kurang lebih 20.680 M2 (Dua Puluh Ribu Enam Ratus Delapan Puluh Meter Persegi), untuk tidak melakukan penambangan melebihi luasan yang dimaksud.
“Titik koordinat tetap sama dengan surat diatas (Yang diterbitkan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Selatan-red), hanya saja pada pemeriksaan UKL/UPL ada pertimbangan lain sehingga berkurang jadi 2,068 ha dari 25 ha,” tutur Alamsyah via pesan WhatsApp.
Mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wajo itu mengatakan, jika sudah menimbulkan kerugian negara, apalagi sampai merusak lingkungan, berarti akan berhadapan dengan APH.
Terhadap pernyataan oknum yang mewakili CV. Era Dwi Konstruksi yang mengatakan adanya oknum LSM yang akan melaporkan kegiatannya atas dugaan pidana sesuai UU, Pasal , Junto dan seterusnya, mempersilahkan untuk dilaporkan ke APH pada saat pekerjaan telah dinyatakan selesai 100 persen dengan mengumpulkan bukti-bukti menurut Iswandi, pihaknya bukan saja melaporkan tetapi meminta penjelasan resmi dari pihak terkait terhadap pembelian material oleh penyedia jasa yang lembaganya duga merupakan material ilegal.
“Silahkan anda bekerja, kami hanya meminta pihak Pengguna Anggaran agar melakukan penghentian sementara kegiatan guna membuktikan legalitas asal material tanah urug yang digunakan. Kenapa hal itu kami lakukan, sebab kami melihat ada potensi kecurangan terhadap penggunaan material yang berdampak merugikan negara. Jika terbukti tidak memiliki legalitas, lalu apa namanya kalau bukan barang curian yang ditadah. Jika kritikan kami dianggap salah, kami persilahkan pihak yang merasa dirugikan untuk melaporkan kami. Jangan besok, ini menit ini detik saya atasnama Ketua Umum L-KONTAK siap mempertanggungjawabkan statmen kami. Saya tidak urus, mau siapa bekingi, sekalipun itu keluarga saya. Kalau salah ya tetap salah. Kajian hukumnya sudah disiapkan untuk diberikan kepada pihak Pengguna Anggaran yang selanjutnya diteruskan ke APH. Kalau benar, kenapa harus takut, buktikan saja bahwa yang anda lakukan telah sesuai prosedur, nomor berapa surat izinnya, berapa luasannya, atasnama siapa izin itu, lalu siapa yang terbitkan, tertanggal berapa diterbitkan selanjutnya apakah titik koordinatnya sesuai dengan penetapannya dalam izinnya, gitu aja kok repot,” tegas Iswandi. (*)