Publiknews.id, Wajo – Proyek Pengendalian Banjir Sungai Walanae – Cenranae di Kabupaten Wajo tahun 2024 diduga berpotensi terjadi penyimpangan.
Dugaan penyimpangan pada kegiatan yang menelan anggaran senilai Rp. 14.370.582.000,-, yakni, penggelembungan (mark up) harga, spesifikasi material batu yang digunakan, dan sumber atau asal material yang terindikasi tidak memiliki izin tambang (Ilegal).
Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK) yang intens bergerak memonitoring penggunaan anggaran negara di wilayah Sulawesi Selatan, menemukan penggunaan material batu yang terindikasi tidak memenuhi standar atau berukuran kecil.
Ketidakcermatan dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dikatakan Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring dan Evaluasi L-KONTAK, dapat berimbas pada ketidakwajaran anggaran dengan volumen kegiatan yang dilaksanakan.
“Dugaan indikasi mark up ini mencapai 50% dari nilai kontrak. Batu yang digunakan kami menduga tidak sesuai standar. Belum lagi terhadap legalitasnya,” kata Dian Resky, Selasa, 19/11/2024.
L-KONTAK menilai, PT. Kurnia Mulia Mandiri, dengan sengaja memasukan material batu tanpa melalui prosedur yang berlaku dan diduga tidak memenuhi ukuran standar yang dipersyaratkan.
“Poin penting yang ingin kami sampaikan, terkait penggunaan material dan dugaan penggelembungan harga. Nah, kami akan mendesak Aparat Penegak Hukum untuk memastikan terhadap penggunaan anggaran negara, apakah sudah sesuai atau tidak,” ungkapnya.
L-KONTAK menilai, kinerja Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ), Kepala SNVT PJSA, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus pro pada kepentingan rakyat, sebab hal itu dimulai berdasarkan usulan dari rakyat.
“Aturannya kan sudah jelas. Kalau tidak mengantongi izin resmi terkait hasil tambang, bukankah itu telah melanggar prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa? Apalagi kalau rasa keadilan tidak terpenuhi. Setiap anggaran yang dilaksanakan harus melalui Feasibility Study (FS) guna memastikan berapa besaran anggaran yang akan digunakan nantinya, serta kemanfaatan bagi rakyat, termasuk jenis material yang digunakan,” tegasnya.
Berdasarkan penelusuran timnya, Dian Resky mengatakan, kegiatan yang diduga rencananya dilaksanakan dengan panjang 470 meter itu, terbagi pada tiga titik, yakni, di Desa Ujungpero, Desa Betenglompoe, dan Desa Wage, yang semuanya terletak di Kecamatan Sabbang paru, Kabupaten Wajo.
“Ini bukan proyek coba-coba, anggaran yang digelontorkan negara itu cukup besar. Jangan pernah punya keinginan untuk main-main dengan hal ini. Siapapun dibelakangnya, kami pastikan mengawalnya sampai tuntas,” jelasnya.
Korupsi yang terjadi menurutnya, akan merusak citra institusi penyelenggara anggaran.
“Jadi, harapannya BPK dan APH punya keberanian dan benar-benar bisa menangani kasus ini sampai selesai,” ucapnya. (*)