PUBLIKNEWS.ID, MAKASSAR – Dinas Perkebunan (Disbun) Sulawesi Barat (Sulbar) diwakili Kepala UPTD BSPMBP Muhammad Fadlullah bersama Pansus DPRD Sulbar melakukan kunjungan ke Sulawesi Selatan (Sulsel) tepatnya ke Dinas SDA, Cipta Karya dan Tata Ruang Sulsel serta ke Kanwil BPKH Wil. VII Makassar, Rabu 20 Maret 2024.
Kunjungan tersebut dalam rangka Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) RTRW Sulbar 2024-2043.
Dalam pertemuan ini membahas penataan batas wilayah antar provinsi mengacu pada batas wilayah provinsi induk Sulsel. Selain itu, juga dibahas terkait kewenangan pengelolaan Batas Wilayah Sungai antara BWS Palu dan BWS Pompengan. Serta kewenangan dan kebijakan pengelolaan DAS Bakaru. Disamping itu, juga tentang Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Rencana Pertambangan Galian C untùk mendukung pembangunan IKN serta Kawasan Hutan.
Untuk Bidang Perkebunan dibahas tentang kebijakan pengwilayahan komoditi sebagai dasar penyusunan tata ruang kawasan pengembangan komoditas perkebunan, dimana pemerintah Sulsel sebagai daerah induk pernah melakukannya pada era 1980-an.
Sebagaimana dijelaskan Kepala BPKH Wil. VII Makassar, Maryuna Pabutungan, BPKH Wil. VII memiliki fungsi utama untuk penataan batas kawasan hutan dan penyajian data perencanaan kehutanan.
Kepala UPTD BSPMBP, Muhammad Fadlullah mengatakan, kendala perkebunan terkait kebijakan penataan kawasan hutan adalah pada program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dimana terdapat 2500 Ha lahan perkebunan sawit rakyat untuk kegiatan PSR yang dikembalikan usulannya karena lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan.
“Sementara untuk memacu peningkatan produktivitas rakyat, upaya pertama yang perlu dilakukan adalah peremajaan tanaman yang sudah tua dan tidak produktif, atau lebih kita kenal dengan replanting,” ucapnya.
Adapun total hektar kegiatan Usulan PSR yang dikembalikan karena berada dalam kawasan hutan adalah sebagai berikut :
1. Mateng 1.300 Ha.
2. Mamuju 400 Ha.
3. Pasangkayu 800.
Lanjut Fadlullah, untuk menyelesaikan persoalan sawit dalam kawasan hutan, perlu upaya perbaikan pendataan dan penyelesaian legalitas sawit dalam kawasan hutan.
“Selain itu juga jaminan keberlanjutan industri persawitan Sulbar ke depan yang ditandai dengan penerbitan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),” imbuhnya.
Penulis : Disbun Sulbar
Editor : humassulbar