Publiknews.id, Makassar – Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK), dan Lembaga Pemantau Korupsi Dan Pemerintahan (PKP), meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menghentikan aktivitas penambangan tanah urug yang berlokasi di Desa Pasaka, Kecamatan Sabbangparu, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan oleh oknum S alias HS.
Pernyataan itu ditegaskan Andi Edi Saputra, SH, MH, Ketua Umum PKP saat dimintai keterangannya usai dirinya dan Tim L-KONTAK menemui oknum S alias HS di salah satu cafe di kota Sengkang, Senin, (31/7/2023).
Andi Edi dalam keterangannya menjelaskan, Penambangan tanah urug di Desa Pasaka oleh oknum S tersebut tidak sesuai dengan izin yang telah dikeluarkan Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Selatan dengan nomor surat : 95/I.03/PTSP/2020 tertanggal 16 November 2020.
Atas dasar terbitnya izin tersebut, menurut L-KONTAK dan PKP, oknum S alias HS diduga telah melakukan penambangan Tanah Urug di Desa Pasaka yang tidak sesuai dengan penetapan lokasi dan titik koordinat sebagaimana disebutkan pada izin tersebut.
“Izinnya di lokasi Cappabulue, Kelurahan Wiringpalanae. Penambangan di Desa Pasaka yang katanya menurut saudara S, koordinat yang ditunjuk oleh Dinas ESDM Provinsi ada di Kecamatan Sabbangparu. Ditanya mana bukti penetapan atau izin yang menerangkan terkait koordinat itu, saudara S tidak mampu menunjukan,” kata Andi Edi.
Sementara itu, Tony Iswandi, Ketua Umum L-KONTAK, menilai keberadaan izin terhadap penambangan tanah urug atasnama oknum S alias HS oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Selatan, dimanfaatkan saudara S untuk meraup keuntungan pribadi yang jumlah luasannya tidak sesuai dengan luasan kepemilikan tanah miliknya.
“Kan dasar atau syaratnya harus miliknya, sementara saudara S berdasarkan klarifikasi kami dengan pihak DLH hanya memilki lahan 2,068 ha. Jika 25 ha itu terbagi kepemilikan, maka izinnya harus masing-masing berdasarkan bukti kepemilikan. Kenapa hanya saudara S yang tertera pada izin tersebut? Kalau bukan manipulasi data, lalu apa namanya?,” jelas Iswandi.
Legalitas kepemilikan IUP dan IPU menurut Iswandi, harus jelas. Oknum S dinilainya telah melakukan manipulasi data dan manipulasi hasil usaha tambang sebagai bukti laporan usaha penambangan tanah urug.
Iswandi menambahkan, keterangan saudara S kontradiktif dengan bukti surat izin yang dimilikinya. Bahkan dia menilai, saudara S telah melakukan permufakatan jahat selama hampir 5 tahun atas status kepemilikan izin tersebut yang berakibat menimbulkan kerugian negara dan daerah.
“Dia mengatakan, titik koordinatnya di Sabbangparu, tetapi bukti izinnya di Kecamatan Tempe, ini kan lucu. Lalu dia katakan, hasil peninjauan lokasi orang dari provinsi, katanya di Sabbangparu, sementara penetapan atas titik koordinat tersebut tidak mampu dia buktikan. Kami peringatkan saudara S untuk tidak melakukan aktivitasnya sampai terbit izin dari pihak terkait. Jika hal ini tetap dibiarkan, maka kami akan melakukan aksi besar-besaran dan menuntut pihak terkait untuk menutup aktivitas tersebut, serta meminta APH melakukan proses hukum terhadap oknum S tersebut,” tegas Iswandi.
Baik PKP maupun L-KONTAK menilai, aktivitas penambangan yang dilakukan oknum S alias HS di Desa Pasaka adalah penambangan secara ilegal. Kedua lembaga itu beranggapan, perbuatan yang dilakukan oknum S alias HS dapat menimbulkan kerusakan lingkungan sampai merugikan negara.
“Kami secepatnya akan mendorong APH untuk melakukan proses penyelidikan dan penyedikan. Sasaran laporan kami ke Mabes Polri, kami menilai ada kerugian negara yang ditimbulkan,” ungkap Iswandi.
Akibat perbuatannya, menurut Andi Edi dan Iswandi, perbuatan yang dilakukan oknum S alias HS telah memenuhi unsur sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 158 dan/atau Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. (*).